Mengartikan Bening Mata
Oleh: Ria Ristiana Dewi
Menelantarkan kilas linangan air matamu menggugah sandiwara perih melihat betapa bening matamu coba ungkapkan keluh yang beringsut di sudut kornea Biru di sorot lampu gulita, merah dibuat gores suram yang menyempit menutup tangis-tangis suri bergurat tak henti-henti tak terduga bening matamu sungguh mengikis angkuhku, mengingat kata-kata ”Terus niatkan tanpa mengukuh serah takdir” ada jalan yang tersirat saat kedipanmu menguat bening matamu berarti ada jalan pelan-pelan di penghujung suram pasti merujuk manis arti panah air mata
Syair Bergurau
Oleh: Ria Ristiana Dewi
Pada jalan yang mengecoh suratan kasih salahmu menjadi koma benarku menjadi koma kita benar-benar berada pada air menggelimang di daun talas pintaku hanya rindu hangat-hangat seperti saat kau menggumpal syair syair-syair pengintai langit luluhku pada pertama kali nadaku dan nadamu bertemu pada baris kata-kata nada-nada yang kau guraukan dan nada-nada yang ku pinggirkan sungguh aku mega penurut rindu jadi, biar syair itu jauh secara pasti tak ingin hanya menyebar omong-omong bila nanti sebait nada menjawab syair bergurau
Kisah Embun Menebas Sesal
Oleh: Ria Ristiana Dewi
Embun. beriringan bertukar kisah dan embun kembali mengadu sunyi berbagi pagi dengan linangan air di sudut ranting Kembali embun sembari melingkarkan arah peringai air yang berlinang saat pagi tak berbicara lembut sambil menebas sesal tiada tara
23 Mei 2010
Munasadat Yang Terbuang
Karya: Ria Ristiana Dewi
Pemisalan pergi ke surau menindih rasa di awang ayat-ayat yang terlantun tertindih merintih kan berteriak kata rindu tak terporsi waktu terjalani tetap tergawang sayang di ubun-ubun falsku hembuskan angin yang terbawa diterpa bersama angan janji kini tak berbekas hingga memori terakhir
23 Mei 2010
Kupinjam Jantungmu
Oleh: Ria Ristiana Dewi
Bila jantungmu di selaput telingaku Bisakah kencangkan perdetaknya Akan teralunkan pelan ucapanku... Dari saraf-saraf telinga itu Jantungmu bergetar di bibirku Lidahku bergelut menjadikan sekata tak mampu terucap Ku hanya ingin kau letakkan lagi di amandelku perdetaknya Bisakah lebih cepat beralun cerita Aku bilang aku bisu Mengisyarat kata-kata pun tersangkut rangka batang jantungmu Ku hanya ingin sekata sehidup merasa kasih padamu Kau bisa beralun ke peraduan para hati yang menanti Ingatlah! Ku pinjam hanya sejantungmu saja
Serambi KOMPAK, 21 April 2010 (Medan Bisnis, Rentak, 13 Juni 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Beri komentar yang Membangun